Konbini Goto Volume 3 Chapter 1.8
Chapter Terkunci
Chapter Ini terkunci, Silahkan login terlebih dahulu Sesuai Role Unlock with Role:Member

TL : Shizue Izawa (井沢静江)
ED : Shizue Izawa (井沢静江)
——————————————————
Chapter 1 Kehangatan
Part 8
…………nnn...su...
Ayana yang sedang tidur di tempat tidur mengeluarkan napas yang stabil, dan menggenggam bajuku dengan tangan kanannya. Sepertinya dia nggak mau jauh-jauh dariku. Mungkin bagi Ayana sekarang, aku adalah segalanya.
"Fuaa..."
Kelelahan yang menumpuk membuat kelopak mataku terasa berat.
Tapi masalahnya, aku belum cuci piring dan belum nyuci baju.
Sepertinya nyucinya bisa nanti pagi. Aku akan nyalain mesin cuci sebelum berangkat sekolah. Nanti gantungnya minta tolong sama Mondo-san... mungkin. Selain itu, aku juga pengen belajar sedikit.
"...Pelan-pelan."
Aku coba melepaskan tangan kanan Ayana dari bajuku, tapi dia menggenggamnya erat.
Untuk melepaskannya, aku harus serius, tapi itu pasti bikin Ayana terbangun.
"Cuci piring juga nanti aja, ya..."
Cuci piring juga harus minta tolong Mondo-san───, eh, itu nggak bisa.
Sebisa mungkin, aku akan urus urusan rumah. Belum sampai batas kemampuanku.
Mungkin Ayana akan terus seperti ini dalam waktu yang lama.
Memikirkan masa depan, aku nggak bisa menunjukkan kelemahan sekarang.
Sebisa mungkin aku akan urus rumah, dan jika sudah nggak bisa, aku harus minta bantuan orang lain... aku harus bisa menilai itu...
……………….
………
"Naahhhhhh!! Nggak aaahhhhhh!!"
…………Rasa-rasanya udah kayak alarm dengan suara bising. Apa ini?
Aku merinding mendengar teriakan Ayana dengan tenang. Ini pasti nggak baik kalau jadi terbiasa.
Waktu awal-awal kehidupan ini, kalau Ayana teriak-teriak, aku juga hampir menangis.
Sekarang... perasaan kesulitannya makin terasa.
Akhirnya─── aku jadi harus absen sekolah lagi keesokan harinya.
◇ ◇ ◇
Ayana kini selalu ingin dekat denganku, nggak mau jauh-jauh.
Ketika aku membawanya ke toilet, aku harus memastikan pintunya terbuka agar dia bisa melihatku. Bahkan hanya beberapa detik saja aku menjauh, dia langsung panik, mencari-cari, dan menangis.
Dia jadi seperti anak kambing yang terpisah dari ibunya.
Ada juga perubahan lain. Sekarang dia mulai ngomong saat tidur. Dan yang diucapkan cuma permintaan maaf terus-menerus, minta maaf pada ibu dan ayahnya.
Ayana merasa semua kesalahan itu miliknya─── padahal sebenarnya bukan cuma dia yang salah.
Kecelakaan itu terjadi karena berbagai ketidakberuntungan yang berkumpul. Orang-orang yang terlibat, termasuk aku, berpikir seperti itu. Tapi Ayana hanya menyalahkan dirinya sendiri.
"Ah-ahn"
"…………"
Aku menyuapi Ayana dengan sendok, tapi dia cuma membalikkan wajahnya dengan acuh tak acuh. Terakhir-akhir ini sering begini. Rasanya seperti dia sengaja merepotkan aku.
Sebelum liburan musim panas berakhir, ada dokter spesialis yang dihubungi Mondo-san datang ke rumah untuk memeriksa Ayana. Ternyata, stres mental adalah penyebab utamanya. Ayana mendapatkan perawatan rutin dan obat-obatan. Katanya, ini bukan soal sembuh atau tidak, tapi jika ingin menghadapi Ayana dengan serius, aku harus selalu memberikan cinta.
Sebenarnya, ini bukan hal yang mudah.
Kelelahan dan rasa ngantuk bisa bikin aku jadi mudah marah. Kadang aku merasa kecewa dengan diriku sendiri karena emosi. Aku juga harus menghadapi perasaanku.
"Ayana, mau makan?"
"…………"
"Oh, padahal rasanya enak lho."
"…………"
Ketika aku mulai membersihkan piring, Ayana langsung menatap mangkuk teh dengan fokus.
Strategi ini berhasil. Aku mulai memahami caranya.
Setelah menyuapi Ayana, aku juga makan sambil dipeluknya. Kalau nggak makan cepat, urusan rumah jadi semakin tertunda. Semua yang berkaitan denganku kini terasa seperti rutinitas.
Kakek-nenek Ayana, Mondo-san, bahkan Hinata dan Kana juga ingin membantu. Tapi aku menolak. Ada banyak alasan. Mereka juga punya hidup mereka sendiri, nggak bisa terus-terusan minta bantuan. Selain itu, ini juga soal egoku sendiri... aku mulai merasa tanggung jawab yang jelas. Situasi sekarang adalah hasil dari apa yang aku buat.
Karena aku terus mengejar Ayana, dia terpaksa menghadapi masa lalunya.
~ "(Ini adalah Konten Terjemahan dari kazuxnovel.my.id)" ~
Semua ini karena aku. Hati Ayana rusak karena aku.
"Mm..."
Ayana memelukku dari belakang. Sepertinya dia bisa merasakan perasaanku dengan sensitif. Meskipun dalam kondisi seperti ini, kebaikannya yang mendasar masih ada.
Hanya kehangatan Ayana yang menjadi doronganku.
◇ ◇ ◇
Setelah makan siang, Ayana mulai tidur siang.
Dia tidur dengan nyaman di tempat tidur sambil menggenggam tanganku. Biasanya dia tidur nyenyak selama sekitar satu jam. Selama waktu itu, aku pergi berbelanja.
Untuk berjaga-jaga, aku memanggil Mondo-san ke rumah. Ini adalah hal yang harus aku andalkan.
"……Ya, aku pergi dulu."
Setelah memastikan Ayana tertidur, aku melepaskan tanganku dari genggamannya.
Aku mengirim pesan ke Mondo-san, lalu mengambil dompet dan kunci sebelum menuju ke pintu depan.
Saat aku membuka pintu dan mengenakan sepatu, Mondo-san sudah berdiri di sana.
"Terima kasih banyak sudah mengurus Ayana lagi hari ini. Aku akan pulang secepat mungkin."
"……Apa, Ayana belum tidur nyenyak?"
"Karena wajah tidur Ayana yang imut, aku jadi begadang."
"Setiap malam aku dengar suara Ayana lho."
"…………"
"Riku-kun, kamu sudah berusaha lebih dari sekadar seorang pelajar. Ini pasti sangat sulit, kan?"
"Tentu saja sulit. Tidak bisa tidak sulit."
"Benar. Sebenarnya, aku sudah menemukan tempat atau fasilitas yang bisa merawat Ayana. Aku sudah mengatur semuanya juga."
"Dan?"
"Kalau Riku-kun mau, kita bisa segera pindahkan Ayana ke sana───"
"Itu tidak mungkin."
"Ya, kan."
Mondo-san mengangguk seolah sudah menduga jawabanku.
~ "(Ini adalah Konten Terjemahan dari kazuxnovel.my.id)" ~
"Tapi, Riku-kun. Masalah nyata adalah kamu tidak bisa pergi ke sekolah."
"…………"
"Ini masalah yang cukup serius. Bahkan tanpa sekolah, kamu sudah sangat terbebani."
"Ya, itu memang sudah jelas."
"Riku-kun……"
"Kalau tidak sulit, itu bohong."
"────っ"
Aku tidak tahu kenapa, tapi Mondo-san hanya menatapku dengan ekspresi bingung tanpa bergerak.
"Ada apa?"
"Ah…… hahah, sepertinya kamu malah lebih dewasa."
Ekspresi Mondo-san yang menunjukkan senyuman yang tampak mencoba tersenyum, tapi juga ada rasa merendahkan diri, membuatku merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kekaguman.
◇ ◇ ◇

Komentar